googledd0973f9307bb074.html BUKU BUKAN KUBU: Tak Ada Tempat Pembajak di Gabe Jaya

Senin, 15 Desember 2008

Tak Ada Tempat Pembajak di Gabe Jaya


Buku adalah pintu dunia dan sarana pencerdasan bangsa. Buku, setelah keluar dari penerbit, untuk sampai kepada masyarakat, salah satu jalur distribusinya adalah toko buku. Sehingga toko buku bisa disebut sebagai bagian yang ikut memberi kontribusi dalam mencerdaskan masyarakat. Jadi toko buku tidak semata-mata urusan bisnis adanya.

Jika Anda kebetulan lewat di prapatan Senen hingga ke jalan Kwitang, Jakarta Pusat, akan terlihat banyak penjual buku disitu, baik buku yang dijual di emperan kaki lima (dikenal sebagai penjual buku bekas) maupun ditoko-toko buku tanpa buku bekas. Diantara deretan toko buku tersebut ada sebuah toko buku milik halak hita dengan nama Gabe Jaya, persisnya berada di jalan Kramat Raya No.14 D. Pemilik toko ini adalah Pardomuan Panggabean, kelahiran Tigalingga, Sidikalang, 19 Agustus 1949. Menikah dengan Ida br.Manik pada 5 Oktober 1973 di HKBP Menteng. Untuk perkawinan itu, Tuhan mengaruniakan lima orang anak. Beberapa tahun terakhir ini, Gabe Jaya dikelola oleh putrinya nomor tiga, Marya, dengan dibantu empat orang karyawan.
GJ boleh dikatakan termasuk salah satu yang sukses dalam menjalankan bisnis jual buku. Kini, menempati gedung bertingkat tiga, GJ sehari-harinya melayani para pelanggannya mulai pukul 8 hingga pukul 19.30. Jika Anda mampir kesitu dengan mudah akan melihat penataan bukunya lumayan baik. Ada sekitar 15 ribu terdiri dari buku-buku pelajaran sekolah, buku-buku ekonomi, kedokteran, majalah, buku sastra, kamus, atlas, ensiklopedia dan lain-lain.

Dimulai Dari Emperan.
Sebelum menempati gedung yang sekarang, perjuangan Pardomuan sebagai penjual buku tidaklah mudah. Ia sudah memulai usaha ini sejak 1976. Pada mulanya ia menjual buku di kaki lima di prapatan Senen, terdiri dari buku-buku bekas. " Dari situ saya merintis. Mula-mula yang saya jual berupa buku pelajaran anak sekolah. Saya jualan buku sekedar cari makan saja untuk menghidupi keluarga, " ujarnya.
Berkali-kali ia terpaksa pindah tempat karena ada pembuatan jalan layang Senen. Tidak hanya itu. Para penjual buku bekas pun ternyata dari sehari ke sehari semakin bertambah sebagai saingannya. Namun, Pardomuan tidak patah semangat dan tetap tekun. " Karena saya lihat prospeknya bagus, maka usaha ini terus saya perjuangkan, " katanya lagi.
Berbekal ketekunannya itu, usahanya lambat laun semakin meningkat. Beberapa penerbit buku pun mulai mempercayainya. Kini beberapa penerbit dari Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya sudah merupakan mitra GJ dalam memasarkan buku-buku terbitan mereka ke masyarakat. Ketika ditanya apakah hal yang paling membanggakannya, Pardomuan menyebut anak-anaknya semua bisa dia sekolahkan. Bahkan sampai sarjana, semata dari hasil penjualan buku. Kebanggaannya yang lain adalah manakala diantara pelanggannya datang mencari buku-buku tertentu, dan ia memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga mereka tidak kecewa.

Menolak Buku Bajakan.
Sejak 10 tahun silam, akibat terkena stroke, Pardomuan praktis tidak lagi mampu menjalankan usahanya. Ia harus menjalani perobatan intensif. Keluarga sepakat Marya lah orang yang paling tepat. Pilihan mereka tidak keliru. Ditangan Marya, roda perusahaan tetap berjalan dengan baik. Bahkan dari tahun ke tahun terlihat adanya peningkatan. Omzet penjualan buku mereka sehari bisa jutaan rupiah.
Ada yang menarik dari wanita cantik kelahiran Jakarta, 26 Agustus 1977 ini. Dalam mengelola usaha, dia tidak semata-mata profit oriented. Ada idealismenya. Marya tak pernah mengizinkan GJ menjual buku-buku bajakan. Beberapa pembajak buku, yang pernah mencoba mendekatinya, pulang dengan kecewa. " Berapa pun keuntungan yang mereka kasi, saya tak akan sudi menjual buku-buku bajakan mereka, " katanya tegas. Ia tahu GJ memerlukan citra yang baik. Hubungan baiknya dengan rekanan penerbit resmi tentu akan rusak jika ia sempat menjual buku-buku bajakan.

Ditanya tentang bagaimana ia membangun citra yang baik diantara para konsumen yang datang ke tokonya, Marya menjawab : " Berikan service yang baik. Bantu mereka menemukan buku apa yang mereka cari. Dan, bila buku yang telah dibeli konsumen ada yang rusak, atau hilang sebagian halaman dalamnya akibat cacat produksi, maka saya bersedia menukarkannya dengan yang baru, " katanya menjelaskan. Dengan usaha seperti ini, katanya, GJ ikut mengambil bagian dalam pemberdayaan sosial dan pencerdasan anak bangsa.
(sahala napitupulu)

* Tulisan ini telah dipublikasikan sebelumnya di majalah TAPIAN, edisi September 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar